.

Breaking News

Kamis, 18 September 2014

GeRAK Aceh Gelar FGD di Aceh Barat Daya

Foto: ACEH BARAT DAYA (ABDYANEWS)/JuliyusFGD: Koordinator 
GeRAK Aceh Askhalani, memberikan persentasi dalam FGD 
di Aula Ayam Penyet Pak Ulis, Blangpidie, Kamis (18/9).
ACEH BARAT DAYA (ABDYANEWS) Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh bersama dengan Solidaritas Masyarakat Anti Korupsi (Somasi) Kabupaten Aceh Selatan dan Aceh Barat Daya (Abdya) menggelar diskusi terfukos (FGD) terhadap akselarasi terwujudnya good gefernace (pemerintah yang bersih) di Aceh, khususnya Abdya dalam memberikan konstribusi nyata terhadap masyarakat.

Laporan Juliyus
GeRAK Aceh selaku fasilitator dalam upaya mendorong tata kelola sektor ekstraktif yang baik di Aceh dengan salah satu wilayah kerja di Kabupaten Abdya, khususnya berkaitan dengan mekanisme perizinan dan penerapan azas transparansi dan akuntabilitas pengelolaaan penerimaan pendapatan dari sektor tambang.

Koordinator GeRAK Aceh, Askhalani, Kamis (18/9) dalam acara FGD Multistakeholders sektor tambang daerah yang berlangsung di Aula Ayam Penyet Pak Ulis, Blangpidie, menjelaskan, mengenai tantangan dan strategi pemerintah daerah dalam membangun mekanisme perizinan sektor pertambangan yang sesuai dengan prinsip-prinsip good governance.

Selain Abdya, GeRAK Aceh juga telah melakukan kajian terhadap pengelolaan tambang di 7 (tujuh) Kabupaten dalam Provinsi Aceh lainnya, melalui serangkaian kegiatan diskusi terfokus yang melibatkan stakeholders sektor tambang di daerah setempat, guna melihat sejauh mana pemerintah daerah telah menerapkan metode pengelolaan tambang secara baik.
Askhalani menyebutkan, bahwa di Aceh saat ini ada 65 perusahaan tambang yang berada di kawasan hutan lindung, dua perusahaan diantaranya terdapat di Abdya yaitu, PT Meudang Perdana yang masih dalam status eksplorasi dan PT Bumi Babahrot berstatus operasi preoduksi. “Maka dari itu kita mengajak pemerintah daerah melalui instansi terkait agar mengingatkan kepada pelaku tambang tersebut untuk menjaga lingkungan supaya tidak merugikan masyarakat,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Abdya, Idris SHi, menilai dampak berdirinya perusahaan tambang saat ini sangat merugikan masyarakat, sebab yang dirasakan masyarakat adalah terjadinya perusakan lingkungan, kemiskinan dan kekerasan terhadap rakyat, apalagi setelah selesai beroperasi perusahaan tidak melakukan reklamasi.
“Kita selaku masyarakat sangat menyayangkan kondisi seperti itu, sebab banyak sisi negatif dengan berdirinya perusahaan tambang terhadap masyarakat, untuk itu kita meminta pemerintah daerah supaya menghentikan pertambangan yang merugikan masyarakat, jangankan tambang yang tak berizin, yang berizin saja bisa memberikan dampak buruk” ungkapnya.
Menjawab hal itu, Ubai Rizal ST mewakili Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Abdya, menjelaskan, dari 8 perusahaan tambang di Abdya, yang beroperasi dan masih aktif sekitar 4 perusahaan diantaranya PT Bumi Babahrot, PT Juya Aceh Mining, PT Lauser Karya Tambang dan PT Waja Niaga.
“Perusahaan-perusahaan tersebut jelas telah memberikan royalti untuk daerah sebesar 1 milyar lebih dalam tahun 2013, itu bagi perusahaan yang melakukan penjualan, sementara untuk iuran rutin (landrent) tetap diberikan oleh keempat perusahaan tersebut,” jelasnya.
Akan hal itu, lanjut Ubay, pihaknya tidak ada hak untuk menghentikan atau mencabut izin perusahaan tersebut, sebab akan melanggar aturan hukum, selama ini pihak perusahan sudah memberikan corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial.
“Menghentikan saja kita tidak punya hak, sebab sejauh ini mereka masih bekerja dengan baik, belum ada dampak pencemaran yang mereka lakukan, untuk itu menurut saya sah-sah saja kalu perusahaan tambang itu masih beroperasi di Abdya, sebab keuntungannya jelas untuk pendapatan daerah dan membantu masyarakat,” ujarnya lebih lanjut.***

Komentar Anda Disini !

Copyright © 2010 - Abdyanews
Designed By Xplory Design