Fadhli Ali, pemerhati ekonomi dikawasan Aceh Barat Selatan dan ketua Panitia Penggalangan Dukungan Faktual (P2F) Masyarakat Abdya untuk pemekaran Provinsi Aceh Barat Selatan (ABAS) |
Pertumbuhanekonomirakyat
di Aceh Barat Daya (Abdya), hingga kini belum terlihat geliatnya. Begitulah yang
tampak serelah 1 tahun era pemerintah Jufri danYusrizal, Program peningkatan
ekonomi rakyat yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah sejauh ini masih
bersifat kegiatan reguler dan konfensional, artinya belum terlihat ada
terobosan baru yang dapat menjadi poros sekaligus tuas pengungkit ekonomi di
Abdya. Seperti diungkapkan Fadhli Ali, pemerhati ekonomi dikawasan Aceh Barat
Selatan dan ketua Panitia Penggalangan Dukungan Faktual (P2F) Masyarakat Abdya
untuk pemekaran Provinsi Aceh Barat Selatan (ABAS), bahwa Abdya memilik ipontensi ekonomi
yang menjanjikan untuk mensejahterakan rakyat. Nah apa saja tanggapan dan solusi
untuk
pemerintah
Abdya,
terkait dengan
satu
tahun
kepemimpinan
Jufri
dan
yusrizal
di bidang ekonomi. Berikut
wawancara
JulidaFisma
dari
Aceh Barat Daya (ABDYANEWS), di
blangpidie.
RabuPekanLalu.
Bagaimana Menurut Anda Setahun Kepemimpinan JIHAD?
Lansam dan biasa-biasa saja. Bahkan cenderung
melambat dibanding sebelumnya. Fokus perhatian pemerintah dibidang perekonomian
belum begitu terang benderang, alias masih buram. Saya juga mempelajari dokumen
RPJM dan Renstra yang sudah disusun pemerintah Abdya, selain berkutat pada
sektor pertanian/perkebunan sektor lain masih minim perhatian Pemkab Abdya.
Rakyat terlanjur menaruh harapan besar pada pangan Jufri-Yusrizal. Sementara
setahun ini kinerja pemerintah masih sangat jauh dari harapan rakyat.
Alasannya?
Diseputaran pusat kota Blangpidie beberapa pertokoan
belum ada penyewa, seperti di jalan pendidikan dan jalan Haji Ilyas. Ini
pertanda perekonomian daerah sedang “sakit”. Pemandangan serupa juga terjadi
disekitar kota, masih banyak bangunan pertokoan yang tutup, meski sudah
berbulan-bulan terpampang “TOKO INI DISEWAKAN”, namun belum kunjung ada
peminat. Fenomena itu memperlihatkan bahwa pelaku ekonomi melihat perekonomian
Abdya belum dilihat geliatnya. Pedagang dipasar Blangpidie juga banyak sekali
yang mengeluh, kredit mereka banyak yang macet. Salah satu kepala Cabang
Pembantu Bank di Abdya kepada kami mengakui rendahnya tabungan masyarakat di
daerah ini dan meningkatnya jumlah kredit bermasalah.
Pertanda lain ?
Meugang puasa dan lebaran kemarin bisa menggambarkan
situasi ekonomi masyarakat secara keseluruhan. Dari beberapa pedagang
(penyembelih daging meugang) mengaku hanya berani sembelih 1-2 ekor kerbau atau
sapi. Biasanya banyak diantara mereka menyembelih 5 bahkan ada yang sampai 8
ekor. Dari pengakuan pedagang daging musiman ini umumnya masyarakat hanya
membeli sekedarnya saja, 1-2 kg daging. Sebelumnya, banyak yang belanja 2-4 kg.
Sektor apasaja yang mengeliat di Abdya?
Sektor pertanian, perkebunandanperikanan yang
merupakan andalan daerah ini berjalan biasa-biasa saja. Sektor perkebunan
dengan sudah mulai banyak produksi kelapa sawit rakyat mestinya bisa menjadi
satu pendongkrak, hanya saja daya dorong pertumbuhan ekonomi dari kelapa sawit
terhambat harga beli Tandan Buah Segar (TBS) yang murah pada tingkat petani
produsen karena tidak ada pabrik Pengolah Kelapa Sawit (PKS) di Abdya.
Bukankah harga TBS di daerah lain juga sedang murah
?
Oh tidak, saat ini harga TBS produksi petani
Sumatera Utara untuk pohon usia 3 tahun per 7-13 Agustus 2013 ditetapkan Rp
1.016,53/Kg dan pohon usia 10 tahun Rp 1.424.84/Kg. Sementara harga TBS di
Abdya masing-masing Rp Rp 525/Kg dan Rp 925/Kg. Perbedaannya terlalu jauh,
begitu juga dibanding harga di Nagan Raya dan Aceh Barat, harga yang diterima
petani di Abdya lebih murah 200-250/Kg. Jadi bagaimana ekonomi petani sawit
bisa bergeliat ditengah problema demikian.
Lalu bagaimana dengan sektor lain?
Gambaran situasi disektor perdagangan saya sudah
gambarkan tadi. Sementara itu disektor perikanan juga masih tumbuh sangat pelan
(stagnan). Hasi tangkapan nelayan belum memperlihatkan kecenderungan meningkat.
Hal ini terkait dengan intervensi program pemerintah baru yang mungkin belum
dirasakan dampaknya, namun jika kita lihat dari sisi alokasi anggran ke sektor
ini pada tahun 2013 dipastikan tidak ada perubahan siqnifikan hasil tangkapan
nelayan di Abdya.
Bagaimana dengan sektor UKM ?
Sektor ini mestinya jadi andalan pemerintah jika
ingin menggerakkan perdagngan dan jasa di Abdya ke depan. Tapi kondisinya saat
ini juga belum menggeliat, beberapa usaha rakyat yang mulai tumbuh usaha
kerajinan bungong crot di desa durian Rampak, Susoh, pengrajin kayu, kue dan
manisan pala, peternakan rakyat dan berbagai usaha kerajinan makanan belum
mendapat dukungan serius dari pemerintah daerah.
Mengapabisaseperti ini?
Pemerintah daerah lebih mementingkan pembangunan
sektor keagamaan dibanding pengembangan UKM pada tahun 2013. Kebijakan ini
kurang tepat jika dikaitkan dengan realitas persoalan rakyat yang begitu serius
dibidang ekonomi. Perhatian terhadap sektor keagamaan tentu penting, namun
pengembangan sektor UKM jauh lebih prioritas tahunpertama pemerintah ini. Masih
terkait dengan persoalan ini, bupati pengarah sekaligus pengambilkebijakan,
dalam bidang ekonomi visi ekonomi pemerintah perlu dipertegas kepada
aparaturnya yang menangani persoalan ekonomi. Begitu juga, visi ekonomi
pemerintah perlu dikomunikasikan kepada masyarakat supaya rakyat tahu
pemerintah Abdya hendak menuju kemana perekonomiannya.
Contohnya ?
Ketika Ibrahim Hasan memimpin Aceh tahun 1990-an.
Ketika itu saya masih Kuliah di Fakultas Ekonomi Unsyiah. Sebagai mahasiswa
saya tahu arah kebijakan pembangunan ekonomi Aceh saat itu, misalnya gubernur
Ibrahim mengatakan bahwa Aceh dibagi dalam zona Industri dan zona pertanian,
Aceh ditargetkan menjadi salah satu umbung padi Nasional dan terbukti produksi
gabah Aceh nomor 4 secara nasional. Ada cetak sawah baru 120.000 hektar. Dan
dibidang infrastruktur kebijakan pemerintah membebaskan rakit diwilayah pantai
Barat-Selatan Aceh dan Alhamdulillah semuanya terwujud. Beliau selain piawai
dalam membangun juga pinter membangun komunikasi politik pembangunan, dengan
demikian rakyat tahu pemerintah mau kemana.
Kaitannya denga Abdya?
Belajarlah pada sejarah kepemimpinan Ibrahim Hasan
di Aceh. Begitu juga kepemimpinan Said Muzahar Ahmad di Aceh Selatan dan juga
Nurdin Abdurrahman di Pidie. Mereka pemimpin yang piawai dalam sejarah
kepemimpinan di Aceh dan memiliki kemampuan mengkomunikasikan gagasan dan
politik pembangunan begitu apik. Sehingga berhasil mengangkat kesejahteraan
rakyat. Irigasi Panton Pineung (irigasi Krueng Susoh) dibangun zaman Said
Muzahar, investasinya mencapai 20-an milyar ketika itu dan manfaatnya masih
dirasakan masyarakat kemukiman Guhang dan kemukiman Kuta Tinggi dan sekitarnya
hingga saat ini. Pembangunan puluhan Ruko di jalan haji Ilyas di Blangpidie
yang masih digunakan pedagang hingga hari ini adalah karya alm Said Muzahar.
Rencana mereka untuk melakukan pembangunan tersebut dikomunikasikan kepada
rakyat dan berhasil. Pemerintah Abdya mestinya belajar pada mereka jika ingin
sukses membangun.
Jika hal ini terus terjadi prediksianda?
Pertumbuhan ekonomi Abdya akan bergerak seperti
kura-kura. Bukan seperti apa yang dikata Said Muzahar yang memakai filosofi “kura-kura
naik kuda” ketika ditanyakan kepada beliau soal kebijakan pembangunan Aceh
Selatan yang sering diplesetkan sebagai “Aceh ketelatan” dibanding pembangunan
yang berderap cepat pada masa “booming” Migas diwilayah pantai Utara-Timur
Aceh.
Harapan anda?
Dalam membangun diberbagai sektor perlu sekali
memiliki pemahaman yang komprehensif terhadap masalah yang berkembang ditengah
masyarakat dan potensi yang dimiliki daerah. Begitu juga dalam membangun
ekonomi, seharusnya program-program ekonomi yang digagas dan direncanakan
pemerintah berangkat dari data, informasi dan pemahaman yang tepat. Sehingga
program dan kegiatan ekonomi yang dilaksanakan merupakan jawaban terhadap
realitas persoalan yang terjadi ditengah masyarakat dan pemanfaatan potensi
yang dimiliki daerah.
Kongkritnya ?
Pemerintah Abdya jangan sampai terlalu banyak
menghabiskan waktu mengurus urusan remeh-temeh. Dan ketertinggalan
ekonomi di Abdya tentu bukan
semata-mata karena kelemahan-kelemahan tadi. Tapi terkait pula dengan kebijakan
pembangunan secara nasional dan juga komitmen pemerintah Aceh. Seperti daerah
lainnya di wilayah pesisir Barat-Selatan,
merupakan fakta yang sulit dibantah bahwa mendapat
perhatian yang kurang baik dibanding daerah yang berada dipesisir Timur-Utara.
Karena itu, selain menegaskan visi ekonomi yang kuat dan komunikasi politik
pembangunan yang pemerintah Abdya
secara baik. Mensegerakan terbentuknya provinsi
Aceh Barat-Selatan merupakan salah satu jalan dalam mempercepat pertumbuhan dan
perkembangan ekonomi Aceh Barat daya dan wilayah pesisir Barat-selatan secara
keseluruhan.***