.

Breaking News

Rabu, 03 April 2013

ACEH DALAM BAHASA OLEH MUHAMMAT TAUFIQ

M. Taufiq
Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah 
Muhammadiyah Aceh Barat Daya

Adalah kenyataan yang jamak diketahui bahwa suku di Aceh sangat beragam, namun dalam hal berbahasa dan ekspresi bahasa, di Aceh sendiri keberagamannnya melebihi jumlah suku yang ada. Anda mungkin menganggap bahwa bahasa yang digunakan masyarakat di pesisir mulai dari Aceh Bagian Timur sampai dengan Aceh Bagian Selatan adalah sama, tetapi sesungguhnya terdapat sedikit disana-sini, perbedaan yang sedikit ini sungguh menyadarkan kita bahwa dalam berbahasa masyarakat Aceh sangat beragam.
            Konon bagi masyarakat Aceh Bagian Timur sampai ke Pidie, di Aceh Utara terdapat satu kecamatan yang sangat halus penggunaan bahasanya yaitu di kecamatan Matang Kuli, halus dalam pengertian sangat bersahaja dan sopan serta lemah lembut. Nah, dikawasan ini saja bahasa dan ekspresi bahasanya sudah beragam. Di Kuala Simpang sendiri masih eksis bahasa Melayu.

Jika kita bandingkan pengucapan “r” oleh masyarakat Aceh di belahan pesisir timur dengan  masyarakat di belahan pesisir Barat-Selatan maka juga terdapat perbedaaan yang sangat mencolok, masyarakat pesisir timur mengucapkan huruf “r” seperti kebayakan huruf “r” dalam bahasa indonesia “r” nya dibunyikan di ujung lidah, tetapi masyarakat pesisir Barat-Selatan kebanyakan mengucapkan “r” seperti orang melayu, “r” nya dibunyikan di tenggorokan. Begitu juga dengan sebagian masyarakat Aceh Besar, membunyikan “r” di tenggorokan, namun lebih tegas, mereka juga sering mengekspresi pembicaraan terdengar seperti terkulum, dan biasanya akhiran “a” dalam bahasa Aceh seperti “dua” sering diucapkan ada huruf “e” sehingga “dua” di ucapkan “due”. Saya katakan diawal bahwa ini sebagian masyarakat di Aceh Besar, jarang sekali kita jumpai orang berucap seperti itu jika kita ke Montasik, Indrapuri, dan seterusnya. Namun kita jumpai jika kita ke Lhok Nga, Leupung dan sekitarnya. Mana yang paling benar dalam berbahasa Aceh? Jawabannya: Tidak ada yang benar. Kita perlu berbangga dengan keberagaman ini.
Kalau anda bertanya kepada orang Biruen hati-hati, sebab biasanya diawal jawaban mereka sudah menyuruh anda untuk menghitung, orang Bireun sangat sering menjawab suatu pertanyaan dengan kata “ neu kira aju...”. Juga sangat sering mengatakan sekelompok dengan kata “peurte”, kata “peurte” dalam bahasa Indonesia lebih kurang artinya “partai”. 
Kalau anda ke Ulee Kareng untuk menikmati kopi, maka saya sarankan anda jangan minum kopi di Simpang Tujuh Ulee Kareng yang sangat melegenda itu, tapi nikmatilah suguhan kopi di warung kopi yang agak ke pinggir atau lebih kedalam kampung, ini bukan karena kopinya lebih nikmat, tapi kita menjumpai guyonan-guyonan khas Aceh Besar. Biasanya, bukan tentang politik tetapi tentang keseharian, Di Aceh Besar, orang yang sudah tua (berumur) bersenda gurau (tepatnya mengguyon) anak muda adalah hal biasa, tetapi hal-hal seperti ini sangat jarang kita jumpai di Aceh Barat-Selatan, hubungan orang tua dengan anak muda sedikit agak kaku.
Ke Aceh Barat datanglah anda ke sekitar Kecamatan Peureumbeu, biasanya disini akhiran “e” atau “ee” seperti “si ribee (seribu)” di ujungnya diucap dengan “ey”, jadi “si ribee” di ucap “si ribey”.
Jika kita ke Aceh Barat Daya dan ke Kecamatan Susoh anda menjumpai Bahasa Padang, bahasa ini biasa disebut bahasa “jamee”, bukan hanya di Susoh tetapi sebagian masyarakat di Kecamatan Manggeng juga ada yang menggunakan bahasa “aneuk jamee” tersebut namun kalau di Susoh ucapan “r” nya seperti dalam bahasa Indonesia maka “r” diucapkan orang Manggeng “r” di kerongkongan seperti kebanyakan “r” diucapkan masyarakat di Barat Selatan. Di Aceh Barat Daya meskipun ada orang yang tidak bisa berbicara dalam bahasa aneuk jamee, tetapi semua orang mengerti apa yang diucapkan dalam bahasa aneuk jamee, begitu juga sebaliknya. Begitu juga bahasa Aceh yang digunakan di kecamatan Manggeng, tuturannya ada sedikit perbedaan dengan kecamatan-kecamatan lain di Aceh Barat Daya, kalau dibandingakan orang di kecamatan Manggeng dengan kecamatan lain di Aceh Barat Daya dalam berbahasa Aceh maka bahasa yang digunakan orang di kecamatan Manggeng agak unik, ada penekanan-penekanan dalam mengucapkan kata-kata tertentu. Bahasa Gayo juga digunakan sebagian masyarakat di dalam kecamatan Babahrot khusunya di dusun Lhok Gayo.
Kalau anda mendengar pembicaraan bahasa Aceh yang menyelipkan kalimat ‘o ‘o doh” maka bisa kita pastikan bahwa orang tersebut berasal dari Aceh Selatan, sebab di daerah lain tidak ada yang berucap dengan kata “‘o ‘o doh” dengan irama yang khas, kalimat ini banyak sekali ditemukan di Kluet sampai ke Trumon. Bahasa aneuk jamee terutama digunakan oleh orang di tiga kecamatan, yaitu Tapaktuan, Samadua dan Labuhanhaji tapi hampir semua orang Aceh Selatan memahami bahasa tersebut, di Singkil juga terdapat bahasa aneuk jame, yang ucapannya mirip seperti bahasa aneuk jame di Manggeng. Di Kluet sendiri terdapat bahasa Kluet yang hampir mirip dengan bahasa Gayo.
Kalau anda ke Pulau Simeulu untuk berwisata dan makan ikan enak  maka anda akan mendapatkan percampuran budaya dalam berbahasa yang sangat unik, ada yang menggunakan bahasa Aceh, bahasa Simeulu sendiri dan bahasa aneuk Jamee, percampuran budaya dalam masyarakatnya seindah alam yang mereka punya.
Orang manakah yang paling benar dalam berbahasa Aceh? Yang manakah bahasa Aceh? Menurut saya tidak seharusnya untuk belajar bahasa Aceh semua orang Aceh harus ke Matangkuli. Lalu kita harus percaya bahwa semua bahasa yang disebutkan diatas eksis di tengah-tengah masyarakat kita, itulah bahasa Aceh. Sekali lagi Inilah Aceh, yang keragaman budaya melebihi sukunya. Kita harus bangga dengan keberagaman ini. Sangat tidak mungkin menyeragamkan Aceh, walaupun dengan bendera sekalipun.



Komentar Anda Disini !

Copyright © 2010 - Abdyanews
Designed By Xplory Design