.

Breaking News

Minggu, 28 April 2013

JANDA MISKIN DAN OPRASIONAL WALI NANGGROE


Sepintas cerita menggerma terangkai dalam ucapan nan kata-kata, memuat seribu duka dan luka yang cukup dalam menuai arti bagi kehidupan dan nurani, aku menyebutnya dengan satu kata yaitu PERJUANGAN.
Perjuangan dalam tulisan kecil ini memiliki arti yang cukup luas, tak terkecuali dimaknai dalam kontek dan teks perspektif masing-masing, pastinya hidup adalah sebuah perjuangan, cinta juga membutuhkan perjuangan, perjuangan,perjuangan, dan perjuangan, Sehingga Untuk Mendapatkan Sebuah Proyek Harus menjual nama PERJUANGAN, Sehingga pada Akhirnya Salah seorang Musisi DANGDUT terkenal di indonesia merilis Lagu dengan Judul PERJUANGAN.

Diawali dari sebuah idologi bernama keadilan, hingga berakir pada sebuah JABATAN dan KESEJAHTRAAN UNTUK kelompok dan individual, saat itu keadilan menjadi sebuah senjata cukup ampuh untuk menggiring opini masyarakat Aceh menuju pada sebuah TITIK nadi perjuangan, sehingga muncul berbagai Bungkusan persektif bahwa aceh memiliki sumber daya Alam yang cukup banyak tetapi kenapa aceh menjadi propinsi yang miskin dan kurang perhatian dari pemerintah Pusat, dengan sebuah perttanyaan mendasar APA ARTTINYA STEMPEL ISTIMEA UNTUK SEBUHA PROPINSI JIKA MASYARAKAT TETAP DALAM KESUSAHAN DAN KEMISKINAN. dai itu Mulai timbul kemelut tanpa "terminal'.
Bola panas yang dilemparkan oleh segolongan/kelompok yang mengatasnamakan masyarakat Aceh, takbisa ditepis oleh siapapun bahkan tangan "tuhan' dinegeri ini, Kekokohan mulai muncul, keakraban dan kebersaamman atas nama KEADILAN menjadi Harga mati, Segenap moril dan materil bahkan nyawa dikorbankan menjadi taruhan demi PERJUANGAN KEADILAN.
Singkatnya, Perjuangan Keadilan terwjud tak sesuai harapan, Kelompok yang dulunya melemparkan Bola Panas Kini menikmati hasil Pengorbanan Perjuangan Atas nama Masyarakat. Mobil mewah, Kasur Empuk, rumah dan segenap kemewahan terkutip rapi tanpa ada yang terlupakan. namu ada juga bagian kecil tanpa mengharapkan apa-apa ironisnya ada yang dilekatkan label 'PENGHIANAT" karna semua tak sesuai dengan landasan perjaniannya. petuah aceh menyebutnya " DI LAOT SABE PAKAT TROEK UDARAT LAEN KINIRA" maknanya " dalam kesusahan selalu bersam tetapi disaat senang itu dimiliki tenyata tidak sesuai dengan janji" kutipan petuah aceh penuh makna.
Namun dibalik keberhasilan itu tersimpat seribu cerita pahit, diantaranya adalah, Nama perjuangan Kini di sulap menjadi Proyek Kekayaan kelompok, Tak bisa dipungkiri,Nama perjuang kadang terjual dengan recehan Rupiah. tak hanya itu senjata KEADILAN kini sudah terkikis bak hujan ditelan Bumi. boleh dikatakna KINI TAK ADA ARTI LAGI KEADLIAN...
Saat ini Gubernur, lEGISLATIF hingga kepala Daerah Hampir sebagian Besar di kuasai oleh orang-orang yang diberi kepercayaan atas nama perjuangan keadilan rakyat Aceh. namun sayang, keadalian yang dulu diperjuangankan terkesan hanya tinggal ucapan tanpa makna, LiHAT SAJA, Oprasional Wali Nanggro Dari Tahun 2012 hingga 2013 yang di sahkan oleh Legilastif /DPRA Propinsi Aceh kurang Lebih Rp. 120 Milyar Jika dikalkulasikan satu hari biaya oprsional Walinanggroe berkisar 195 Juta/Hari. seperti yang dikutip pada salah satu media online.
Jika dibandingkan denga tupoksi Seorang Wali Nanggroe tentu Anggaran yang di sahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat propinsi Aceh melampai batas kewajaran dari hal itu Terkesan Kurang Rasional dan tak memihak rakyat kecil, Semetinya DPRA Lebih berpikir bijaksana dalam mengeluarkan reguklasi sehingga tidak berakir dengan pemborosan Anggaran yang tidak rahmatallil'alamin.
Padahal Kemiskinan di Aceh ini belum teratasi dengan tuntas, kenapa anggaran anggarn walinnagroe tidak diperuntukkan untum rakyat miskin dan anak yatim saja, karena saat ini tidak sedikit-janda janda miskin masih mendiami rumah tidak layak huni. dari sini terlihat bahwa Wakil Rakyat yang seyokjanya mewili rakyat berobah drastis. INILAH NAMANYA KETIDAK ADILAN, Lantas Keadilan seperti apa yang ingin kita capai dan kita cari? Kelompok kah atau masyarakat?, tentu hal itu sudah terjawab dengan sendirinya. 
Disatu sisi kehadiran wali Nanggroe di tanah rincong merupakan Amanah memorandum of understanding (MOU) antara RI dan GAM, bukan keberadaan yang disalah artikan tetapi Kebijaksanaan DPRA semestinya ditinjau Ulang.
Jika kehadiran Walinanggroe bisa Mebawa Kekayaan, Pendapatan dari daerah Luar sana, Saya salut dan memberi Apresiasi penuh kepada Paduka Walinnagroe, namun jika hannya sekedar untuk menghasbikan uang rakyat semata, tentunya ada sebutan tersendiri bagi saya pribadi.
Selain itu jika wali nanggroe benar-benar berpihak pada masyarakat, tentu lembaga dan orang yang berada disitu akan lantang BERSIKAP DAN BERBICARA, SAYA/ KAMI, Tidak Butuh Biaya Oprasional Sebesar itu, berikan oprasional untuk kami dengan tidak mecidrai hak masyarakat Aceh, Biarkan Oprasional untuk masyarakat,biarkan mereka menikmati kedamian yang hakiki ini. WALI YANG MEMIHAK RAKYAT itulah yang kami harapkan bukan justru sebaliknnya.
Melalui jejaringan sosial ini hendaknya aspirasi bisa terampaikan kepada pemerintah aceh, untuk menjadi sebuah pertimbangan agar aceh bisa tertata dengan baik sesuai dengan keserasian kehidupan kedepan. SEMOGA tulisan ini bermamfaat.
Ditulis oleh salah Seorang Putra Tanahrincong, didesa Alue Sungai pinang, kecamatan Jeumpa Kabupaten Aceh Barat Daya. JULIDA FISMA.

Komentar Anda Disini !

Copyright © 2010 - Abdyanews
Designed By Xplory Design