.

Breaking News

Minggu, 27 Oktober 2013

EKONOMI ABDYA BERGERAK SEPERTI JALAN “KURA-KURA”

Fadhli Ali, pemerhati ekonomi dikawasan
Aceh Barat Selatan dan ketua Panitia
Penggalangan Dukungan Faktual (P2F)
Masyarakat Abdya untuk pemekaran
Provinsi Aceh Barat Selatan (ABAS)
Pertumbuhanekonomirakyat di Aceh Barat Daya (Abdya), hingga kini belum terlihat geliatnya. Begitulah yang tampak serelah 1 tahun era pemerintah Jufri danYusrizal, Program peningkatan ekonomi rakyat yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah sejauh ini masih bersifat kegiatan reguler dan konfensional, artinya belum terlihat ada terobosan baru yang dapat menjadi poros sekaligus tuas pengungkit ekonomi di Abdya. Seperti diungkapkan Fadhli Ali, pemerhati ekonomi dikawasan Aceh Barat Selatan dan ketua Panitia Penggalangan Dukungan Faktual (P2F) Masyarakat Abdya untuk pemekaran Provinsi Aceh Barat Selatan (ABAS), bahwa Abdya memilik ipontensi ekonomi yang menjanjikan untuk mensejahterakan rakyat. Nah apa saja tanggapan dan solusi untuk pemerintah Abdya, terkait dengan satu tahun kepemimpinan Jufri dan yusrizal di bidang ekonomi. Berikut wawancara JulidaFisma dari Aceh Barat Daya (ABDYANEWS), di blangpidie. RabuPekanLalu.
Selengkapnya ...

Provinsi ABAS tak merusak Keutuhan Aceh Itu statemen sesat dan pembodohan

Ketua Forum Penyelamat Aceh Satu
 (F PAS) Abdya.Idris
Terkait dengan statemen Ketua Panitia Penggalangan Dukungan Faktual  Masyarakat Aceh Barat Daya (Abdya) untuk Propinsi ABAS, EDISI 24- 30 Juni 2013 pekan lalu, ditaanggapi dengan ucapan yang cukup pedas oleh Forum Penyelamat Aceh Satu (F PAS) Abdya.

“Sesat dan Pembodohan terstruktur”, kata Idris, ketua F PAS. tiga kata itulah yang dilontarkannya menanggapi statemen Fadhli Ali, Ketua Panitia Penggalangan Dukungan Faktual  Masyarakat Abdya, untuk Propinsi Aceh Barat Selatan (ABAS). Selain itu sejumlah argument lain disampaikan pihak F PAS menyanggah argumen aktivis ABAS.
Selengkapnya ...

Provinsi ABAS tak merusak Keutuhan Aceh

Ketua Panitia Penggalangan Dukungan Faktual Masyarakat Aceh Barat Daya. Fadhli Ali.SE
Berbagai tanggapan mencuat menanggapi isu pemekaran provinsi Aceh. Sejumlah tudingan dilontarkan oleh pihak yang tidak mendukung upaya pemekaran, seperti merusak MoU dan mencabik-cabik UUPA. Bagaimana tanggapan mereka yang tengah memperjuangkan pemekaran provinsi di Aceh? berikut wawancara Julida Fisma, wartawan Aceh Barat Daya (ABDYANEWS), 17/06/2013 dengan Fadhli Ali, ketua Panitia Penggalangan Dukungan Faktual Masyarakat Aceh Barat Daya.
Selengkapnya ...

Tiga Akademisi Unsyiah di Kursi Pesakitan



Prof.Dr. Darni M Daud
Pengadilan Tidndak Pindana Korupsi (Tipikor) Banda Aceh mulai menggelar sidang kasus dugaan korupsi program dana beasiswa Pemerintah Aceh. Tiga Sekawan ini dijerat tuduhan merugikan negara Rp 3,6 milar.
 MENGENAKAN kemeja lengan panjang warna krim dipadu celana kain hitam, Prof.Dr.Darni M. Daud tiba sekitar pukul 10.00 WIB, di Pengadilan  Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banda Aceh, kamis pekan lalu. Disana sejumlah insane pers telah menunggu. Darni terlihat cukup santai. Kepada sejumlah wartawan dia langsung melempar senyu. “buat gambarnya yang besar ya,he..he..”. Darni menyempatkan diri untuk bercanda dengan wartawan.
Saat hadir kepengadilan Mantan Rektor Universitas Syiah kuala (Unsyiah) tidak sendiri. Dua rekan sesame akadenisi Unsyiah ikut bersama Darni. Mereka adalah, Mantan Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Unsyiah Profesor.Dr Yusuf Aziz dan Dosen FKIP Unsyiah Mukhlis. Ketiga mereka menjalani sidang perdana kasus dugaan korupsi beasiswa Peerintah Aceh yang dikelola unsyiah tahun Anggaran 2009 dan 2010.
Petugas kemudian mengiring mereka keruangan tunggu tahanan. Disana ketiganya menunggu giliran untuk dimintai keterang  dalam persiangan, tetapi untuk  dua paket yang berbeda. Darni diduga menelap sisa dana bantuan Beasiswa Untuk mahasiswa S-1 lulusan terbaik SMA/MA/SMK yang diterima di unsyiah atau sering dikenal dengan sebutan  Dana Bantuan Beasiswa Jalur Pengembangan Daerah (JPD). Sedang dua rekanya itu didakwa melakukan korupsi dana Beasiswa Guru terpencil (Gurdacil).
Namun, hingga pukul 12.30 WIB, Darni cs, belum mendapatkan giliran duduk dibangku pesakitan. Sehingga sidang dengan agenda pembaca dakwaan itupu terpaksa diundur. Pada pukul 14.00 WIB, Majelis hakim yang dipimpin Syamsul Qamar MH yang didampingi Anul Madhiah SH dan Saiful Has’ary SH (Hakim Anggota) membuka sidang. Untuk panggilan perdana ditujukan untuk Darni, sementara dua sohibnya menunggulu giliran dalam ruangan tahanan.
Darni bersama Kuasa hukumnya Mukhlis Mukhtar SH, menuju ruangan sidang. Saat itu di kursi pesakakitan Darni hanya mendengarkan dakwaannya yang dibacakan Jaksa Penutut Umum  (JPU), dari Kejaksaan Negeri Tinggi (Kajati), Aceh oleh Ramadahaniyagus SH.
Dihadapan majelis hakim, JPU mendakwa Darni M Daud dengan tuduhan korupsi untuk memperkaya diri sendiri dan orang lain. Jaksa menilai, Darni menerik sisa bantuan Beasiswa Jalur Pengembangan Daerah 2009 dan 2010  sebesar 2,7miliar lebih.
Diakhir persidangan Darni mengakui dan mengerti esensi dakwaannya. Begitupun dengan Pengacara Darni, Mukhlis Mukhtar. Dia tidak mengajukan keberatan terhadap dakwaan. Hanya saja, Mukhlis  akan menanggapi  dakwaan JPU dalam pembelaan nanti.
Hakim kemudian menyidangkan kasus yang menjerat  yang menjerat Yusuf Azis dan Mukhlis. Keduanya dikwa karena tidak menyalurkan sebagian beasiswa Calon Guru Daerah Terpencil. Akibat perbuatan mereka, Negara mengalami kerugian sebesar 1,8 miliar. Dikalkulaikan Dari dua kasus tersebut negara menelan kerugian sebesar 3,6 miliar.


Selengkapnya ...

Jumat, 25 Oktober 2013

HARAPAN SEMU OLEH MASRIAN MIZANI

HARAPAN SEMU
OLEH MASRIAN MIZANI
            Kegalauan itu justru semakin mengakar, dengan berbagai persoalan yang silih berganti dinegeri yang dijuluki serambi mekah ini,lakonan tak elok itu memang sudah hal yang lazim dikalangan “pioner” pemegang kekuasaan,Rakyat “bak Wayang yang dimainkan Dayangnya”.
             Delapan tahun yang lalu merupakan satu sejarah bagi bangsa Aceh,bahkan menggemparkan disetiap penjuru Dunia.Setelah sekian lama Aceh dan  RI bersengketa,akirnya kedua belah  pihak berjabat tangan (Berunding) menandakan akan lahirnya perdamaian.
Dalam melalui proses perdamaian, tentu tidak semudah  “menyalakan Obor” yang pasti banyak Asumsi pro dan Kontra dikalangan masyarakat Aceh,yang namun karena mengingat semakin hari semakin banyak rakyat yang menjadi korban,dan banyaknya rakyat yang mengalami trauma karena ganasnya terpaan angin konplik,akirnya banyak pihak yang menginginkan Aceh tetap damai,meskipun masih banyak yang merindukan Merdeka.
             Hilangnya malam, terbitlah matahari,begitupun dengan harapan rakyat Aceh “pohon dipupuk,hasil dipanen” setidaknya bagi rakyat Aceh, dengan terjadinya perdamaian,itu merupakan sebuah harapan besar bagi mereka untuk mencicipi Buah perdamaian dengan senang hati dan bebas, tanpa adanya rasa takut dan intimidasi dari pihak lain.
Dengan terjadinya perdamaian,tentu banyak manpaat yang dirasakan oleh Rakyat Aceh,baik dari segi pendidikan,perekonomian,dan hak demokrasi yang luas,dan perdamaianpun bisa menjembatangi masyarakat Aceh mendapatkan haknya.
Dan menariknya, Aceh bisa melahirkan partai-partai lokal berkat MOu pada 15 agustus 2005 di helsinky Finlandia beberapa tahun yang lalu, ini perlu kita memberikan apresiasi terhadap para tokoh-tokoh Aceh yang telah membawa perdamaian.
         Setelah melalui indahnya damai  tanpa ada terdengar suara letusan senapan, seakan-akan Aceh bagaikan Negeri yang baru tumbuh dan menjanjikan kemakmuran bagi rakyat Ace.,disaat masyarakat lalai dengan mencicipi hasil perdamaian, ternyata sedikit demi sedikit, Aceh mulai goyang dan redup, bagaikan Awan hitam yang tengah menutupi indahnya sinar mentari,harapan itupun kian terkikis dikarenakan  “sekelompok Orang” yang haus terhadap kekuasaan.
 jika diamati dari awal,perdamaian memang mimpi nyata yang dirasakan oleh rakyat Aceh, namun disisi lain,ini merupakan fatamorgana yang tiada ujung,bahkan perdamaian tersebut bagaikn “rumah yang tidada kunci”,ini memang jelas kepentingan segelintir “kelompok” saja, sedangkan rakyat tak ubah bagaikan tumbal yang siap dikorbankan.
     Dan yang lebih mirisnya, apa yang selama ini  kita bayangkan, sungguh sangat jauh beda dengan praktek yang terjadi dilapangan,misalkan dibidang pendidikan,Dari dulu  Aceh selalu bermimpi, dengan perdamaian setidaknya anak negeri ini bisa mendapatkan pendidikan yang layak, dan menjamin putra-putri  Aceh akan kecerdasan. Jika kita lihat dari segi pendidikan,Anak Aceh banyak yang  mempunyai kapasitas dan intelektualitas yang mapan,namun sayang orang seperti ini disingkirkan,bahkan tidak diberi kesempatan dalam roda pemerintahan, dikarennakan “mereka” takut akan tersaingi dan tersingkirkan,sehingga pembodohan lah yang memang menjadi senjata andalan bagi “kelompok” tersebut.
Nah,ketika berbicara masalah ekonomi,inipun terjadinya stagnansi yang begitu mengecewakan,buktinya masih bnayak orang-orang miskin dipinggiran desa yang sampai se3karang belum tersentuh dengan “KUE” APBA ataupun APBK,padahal anggaran pada tahun ini luar biasa besarnya jika dibandingkan dengan  tahun-tahun sebelumnya,jika anggaran tersebut tidak dicairkan kemasyarakat,jadi kemana juga anggaran tersebut dipergunakan ? itu hanya mereka ya ng tau.

          Ditengah-tengah masyarakat Aceh yang sedeang gelisah akan kepedihan ekonomi,seharusnya para wakil rakyat hadir  untuk menghibur mereka,jangan hanya bisa memanpaatkan masyarakat bagaikan “Raket bak pisang” untuk kepentingan pribadi atau kelompok saja,jika tidak mau dikatakan “pengkianat rakyat”.
Dan jika kita kaji dimasa-masa kompanye dulu hampir semua calon wakil rakyat mengatas namakan kepentingan rakatyat,dan demi menjaga nilai-nilai perjuangan Aceh, sekaligus mempertahankan amanah Mou dan UUPA,tapi implementasi yang terjadi sekarang malah berbalik arah,nyatanya tidak ada satupun yang benar-benar memperjuangkan nilai perjuangan,malahan “mereka” sendiri yang MEROBEK-ROBEK Mou dan UUPA,dan yang memang menjadi pertanyaan besar dipikiran kita adalah, Aceh memberikan hak demokrasi seluas-luasnya untuk masyarakat menentukan pilihannya,tapi praktek yang terjadi  hari ini masih ada “kelompok” yang menginterpensi dan intimidasi diatas hak demokrasi masyarakat, apakah ini yang dikatakan Aceh sebagai negeri yang Damai ?

         Sebenarnya,jika memang ada niat untuk memperjuangkan MoU dan UUPA,seharusnya membangun sikap lapang hati,dan beri pencerdasan terhadap masyarakat,karna sekarng ini, hampir semua orang  berbicara tau tentang MoU dan UUPA,tapi sayang, hanya segelintir orang yang  paham akan MoU dan UUPA. Dan yang lebih Anehnya bukan hanya masyarakat yang tidak paham terhadap MoU, tapi malahan para Elit pun AWAM terhadap MoU dan UUPA tersebut.
Coba kita lihat disaat pemilihan gubernur setahun yang lalu,bagaimana lakonan Malek Mahmud yang akrab disebut-sebut dengan Paduka yang mulia Wali Nanggroe,dengan garangnya mengenakan Almamater Partai Aceh (PA) disaat kompanye pasangan ZIKIR, padahal ini jelas dengan terang-terangan menghancurkan Amanah MoU dan UUPA, itu jelas dimaktubkan dalam BAB XII pasal 96:
1). Lembaga Wali Nanggroe merupakan kepemimpinan Adat sebagai pemersatu    yang     independent,berwibawa,dan berwenang membina dan mengawasi penyelenggaraan kehidupan lembaga-lemabag adat istadat,pemberi gelar,dan upacara-upacara lainnya.
2).  Lembaga wali nanggroe sebagaimana disebutkan dalam pasal (satu) bukan merupakan lembaga politik,dan lembaga pemerintahan di Aceh.
3). ketentuan lebih lanjut mengenai syarat-syarat calon,tata cara pemelihan,peserta  pemelihan,masa jabatan,kedudukan protokoler,keuanagan dan ketentuan lain yang menyangkut dengan Wali nanggroe diatur dengan Qanun Aceh.
        Ini jelas pembodohan publik yang dilakoni pak Wali,pada hal dalam UUPA jelas diamanah,yang bahwa Lembaga Wali Nanggroe adalah Amanah MoU, dan  Lembaga independent sekaligus lembaga pemersatu.
Dan dalam pasal lain disebutkan, yang bahwa Aceh berhak melahirkan berupa partai-partai lokal (parlok).
yang dimksud dengan partai lokal, bukan hanya partai Aceh (PA),tapi atas nama partai yang dilahirkan diaceh,itu merupakan partai lokal, dan lembaga Wali Nanggroe  tidak ada hak dalam memegang sebuah partai.
Nah dalam hal ini, apakah wali nanggroe denagan sengaja memakai Almamater PA ?
 ataukah memang tidak paham terhadap MoU dan UUPA ?
yang jelasnya,ini merupakan pelanggaran,sekaligus perusak MoU dan UUPA.
                                                                   
                                                              ***

           Sungguh,drama itu belum habis disatu episode,masih banyak lakonan serampangan yang perlu untuk dibeberkan,demi terwujudnya pencerdasan dikalangan masyarakat.
“ternyata,lain lagu, lain pula Aktornya”, begitupun dengan lika-liku Ala Wakil rakyat di tingkat provinsi, belum lama tersimak kabar tentang pengusulan Anggaran sebesar 5 M Oleh ketua dewan Adnan Beransah (politisi PA), untuk kebutuhan “Kanuri pesijuek paduka yang mulia”,sungguh bukan angka yang kecil, jika diambil Anggaran tersebut diperuntukkan “beli kerupuk Ubi”sungguh  satu provinsi Aceh bisa menikmati kerupuk tersebut.
         Disela-sela berakirnya jabatan dieksekutif,ternyata Komisi B dan komisi G DPR aceh, beramai-ramai “melancong” kenegara perancis dan negeri Matador (Spanyol),padahal, pekerjaan masih menumpuk dikantor,meskipun dikritik,mereka tidak pernah merasakan malu terhadap rakyat.
sedikitnya 15 orang yang ikut “melancong” dengan didanai 65 juta per orang,jika dikalkulasikan lebih kurang sekitar 1 M uang yang dianggarkan untuk acara “melancong” tersebut.
Melihat kondisi masyarakat yang sedang mengalami koma dalam bidang ekonomi,seharusnya anggaran tersebut hadir dtengah-tengah mereka, bukan untuk dipergunakan pada bidang-bidang yang tidak menentu arah perubahannya.


 Memang sangat jelas pemerasan terorganizir yang dilakoni “LINTAH RAKYAT”,dan jika dilihat dari berbagai Arah,pemerintahan sekarang,bisa dikatakan  lebih kepemerintahan milik kelompok atau keluaraga.
          Dari berbagai persoalan yang dimainkan pemerintah propinsi,ternyata kerap menarik perhatian pemerintah daerah,dan budaya tak elok ini, bukan untuk petikan,malahan tipikal ini dibudidayakan,itu jelas dirasakan oleh masyarakat kabupaten Aceh Barat Daya, tak tanggung-tanggung, pemerintah setempat menawarkan berupa lahan karet bagi setiap honorer yang terkualipikasi.
Memang Niat baik pasangan Ir.Jufri Hasanuddin dan Yusrizal Razali ini, perlu kita ajukan jempol, karena keberanian mereka dalam menawarkan program tersebut,meskipun program itu hanyalah  buaian mimpi disiang bolong.
        Abdya salah satu kabupaten yang terkecil setelah subussalam dipantai barat selatan,pertanyaannya dimana lahan tersebut ?
coba kalkulasikan berapa jumlah honorer dikabupaten Breh sigupai ini ?
Dari hari pelantikan hingga hampir memasuki tahun kedua masa pemerintahan, belum ada terobosan baru yang dilakukan pasangan JIHAD  yang pro terhadap  masyarakat.
Mungkin satu apresiasi yang patut diberikan terhadap pemerintah, dengan loyalitas beliau terhadap agama,sehingga pada tahun pertama masa pemerintahan lebih difokuskan ketataran  bidang keagamaan,yang namun menariknya,ditengah-tengah tahun keagamaan, kok pencuri  meraja lela,orang miskin tiap desa,anak yatim melang-lang buana,dan permainan buntut yang kian marak hampir disetiap desa,dan disalah satu desa di Abdya,menurut salah seorang sumber, permainan buntut bukan hanya dugemari kaum Adam (laki-laki) tapi kaum Hawa (perempuan) juga sudah ikut andil dalam permainan  tersebut.
        Dari berbagai kondisi yang terjadi sekarang,baik ditingkat provinsi maupun daerah,sepertinya ini merupakan satu “kesengajaan” yang sedang dimainkan,agar masyarakat semakin hari  semakin apatis terhadap politik yang sebenarnya.
 Menurut salah seorang pakar ekonomi sekaligus konseptor Aceh barat daya Fhadli Ali sering beliau mengungkapkan yang bahwsa “ini jelas penternakan kebodohan yang dilakukan sekarang,dengan tujuan memanen kekuasaan”.dari kutipan bahasa tersebut,jelas memang realita yang terjadi dilapangan,nah,ketika masyarakat sudah berhasil “dibodohkan” dengan cara dibohongi,otomatis jelas kekuasaan dengan mudah didapatkan,jika budaya ini semakin meraja lela,dan tidak ada pencerdasan dan kesadaran dari masyarakat,yakin lah, generasi kedepan lebih parah dari yang sekarang,jadi untuk apa negeri ini damai,untuk apa negeri aman,JIKA RAKYAT HARUS MENJADI BUDAK DI NEGERI SENDIRI.***


Selengkapnya ...

Jumat, 11 Oktober 2013

Karena Mulut Adnan, Wali Nangroe Dihujat.

Anggota DPRA dari Partai Aceh, Adnan Beuransah mengusulkan dana senilai Rp. 50 milyar untuk Prosesi Pengukuhan Wali Nanggroe. Akibatnya ulahnya itu, Paduka yang Mulia jadi cibiran.
Selengkapnya ...
Copyright © 2010 - Abdyanews
Designed By Xplory Design