.

Breaking News

Senin, 20 Februari 2012

Direktur RSUD Abdya Dilaporkan ke Komnas HAM

Blangpidie | Harian Aceh – Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Aceh Barat Daya (Abdya) dilaporkan ke Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM). Laporan itu disampaikan Pimpinan Cabang Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (PC-IMM) Abdya, Senin (9/5).
Hal itu dilakukan sebagai tanggapan atas dilaporkannya PC-IMM Abdya ke polisi terkait aksi unjukrasa di luar pagar rumah sakit tersebut beberapa waktu lalu. Laporan IMM Abdya ke Komnas HAM Pusat melalui surat yang bernomor 06/A-/I/2011 tertanggal 07 Mei 2011 dengan tembusan kepada PP Muhammadiyah, PP IMM, PW Muhammadiyah Aceh, PD IMM Aceh, Kapolri, Kementrian Kesehatan, Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Gubernur Aceh, DPRA, Bupati Abdya, DPRK Abdya dan pers.

Dalam laporannya IMM meminta Komnas HAM Pusat untuk mengambil sikap tegas atas prilaku anti kritik yang dilakukan Direktur RSUD Abdya itu terhadap hak sipil dalam melakukan kontrol pelayanan kesehatan di Abdya.
Ketua Umum PC- IMM Abdya, Julida Fisma, kepada wartawan di Balai PWI Abdya pada Selasa (10/5) mengatakan, sebelum menggelar aksi unjuk rasa itu, pihak IMM Abdya sudah mendapatkan tekanan dan ancaman dari Direktur RSUD Abdya, Cut Nandalia ketika beraudensi ke rumah sakit tersebut. “Direktur RSUD mengeluarkan kata-kata bernada ancaman,” ungkap Julida Fisma.
Dikatakan, ancaman yang dilontarkan Direktur RSUD Abdya itu turut didengar oleh beberapa orang rekannya yang pada saat itu ikut beraudensi ke rumah sakit tersebut terkait dengan informasi belum maksimalnya pelayanan di rumah sakit itu. “Tujuan kami ke RSUD Abdya pada saat itu hanyalah untuk beraudensi menanyakan prihal kendala yang dialami rumah sakit tersebut selama ini, namun dengan nada sinis dan tak bersahabat kami dijamu dengan ucapan ancaman yang dilontarkan oleh Direktur RSUD dimaksud, sehingga kondisi itu membuktikan bahwa adanya pelanggaran HAM secara terencana dari direktur tersebut,” katanya.
Ditambahkan, pasca aksi demo itu Direktur RSUD Abdya juga kembali mengeluarkan ancaman melalui salah satu media lokal yang intinya dia bakal melaporkan IMM Abdya kepihak kepolisian. “Pada malam itu juga saya menelpon Direktur RSUD Abdya dan mengatakan jika kami dilaporkan silahkan saja, namun kami sebagai hamba hukum juga akan melaporkan balik ibu,” paparnya.
Mendengar pernayataan itu lanjutnya, Cut Nandalia pun akhirnya menyarankan Ketua Umum PC-IMM Abdya untuk menyampaikannya ke media yang bersangkutan, dan menyatakan kepada media lain bahwa PC-IMM mengeluarkan ancaman kepada dirinya. “Hal ini membuktikan ada upaya pembenaran terencana yang dilakukan oleh Direktur RSUD Abdya, di mana niat saya untuk menjawab ancaman yang disampaikan melalui salah satu media malah dia membalik fakta dengan menyebutkan saya yang mengancam dia, dan ini suatu fitnah dan retorika belaka yang sebenarnya tak sanggup dibuktikan dengan fakta,” ungkap Julida FIsma.
Pihaknya juga membantah tudingan Direktur RSUD Abdya yang menyatakan pihaknya melakukan aksi di dalam komplek rumah sakit, padahal menurutnya aksi itu berlangsung di luar pagar rumah sakit tepatnya di pingir jalan raya. “Hal ini membuktikan ada upaya penggiringan terhadap kami, sebab aksi yang kami lakukan itu bukan di dalam komplek rumah sakit melainkan di luar pagar rumah sakit atau tepatnya di pingir jalan raya,” lanjut Julida FIsma.
Karena itu katanya, jika Direktur RSUD Abdya menuding pihaknya (PC-IMM) mengganggu kenyamanan para pasien yang sedang dirawat di rumah sakit tersebut sangat tidak tepat, sebab jikapun ada pasien yang merasa terganggu kenyamanannya sampai saat ini belum bisa dibuktikan. “Kami yakin hal itu tak bisa dibuktikan, sebab jangankan membuat kericuhan berorasipun tidak kami gelar di komplek dimaksud, jadi bagaimana bisa pasien RSUD Abdya terganggu,” pungkasnya.
Sebelumnya, Wartawan juga menerima pers rilis dari kalangan aktivis pemerhati hukum dan HAM di Aceh, seperti Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Aceh dan Gerakan Rakyat Anti Korupsi (GeRAK) Aceh. Dalam pers rilis itu mereka mengecam keras tindakan yang diambil Direktur RSUD Abdya itu.
“Pelaporan terhadap IMM oleh Direktur RSUD Abdya itu merupakan bentuk dari prilaku yang bertentangan dengan aturan hukum, dan ini menunjukan bahwa pihak RSUD Abdya adalah lembaga yang anti kritik dan anti tesis terhadap keterlibatan masyarakat dalam mengontrol pelayanan publik bidang kesehatan. Pola prilaku ini menunjukan bahwa pihak RSUD Abdya masih menganut sistem dan gaya orde baru serta alergi dengan upaya kontrol dan keterlibatan komponen sipil dalam mengawal pelayanan publik secara prima di bidang kesehatan,” tulis tim Gerakan Respon Hukum Cepat (GRHC) Aceh yang teridir dari, Direktur LBH Banda Aceh, Hospi Nofrizal Sabri SH, Koordinator KontraS Aceh, Hendra Fadli SH dan Koordinator GeRAK Aceh, Askhalani SHI, dalam pers rilis yang diterima Wartawan, Kamis (5/5).
Dalam pers rilis itu disebutkan, berdasarkan aturan hukum dan hasil analisis yang dilakukan GRHC menunjukkan bahwa, bentuk-bentuk pengawasan yang dilakukan oleh IMM, khususnya dalam respon terhadap isu kesehatan lewat aksi damai (demo) itu adalah wujud dari partisipasi warga negara dalam mempercepat proses pelayanan yang baik dibidang kesehatan dan hal itu menurut mereka sesuai dengan arah kebijakan nasional untuk mempercepat tercapainya Millenium Development Goal’s (MDGs) pada tahun 2015.
“Dalam UU 23 tahun 1992 tentang Kesehatan Bab VII tentang peran serta masyarakat, jelas disebutkan bahwa masyarakat mempunyai hak untuk melakukan pengawasan atas kinerja pemerintah dibidang kesehatan, kemudian dalam UU No 28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme, pada Bab VI tentang peran serta masyarakat dalam Pasal 8 diakui meliputi hak untuk mencari, memperoleh dan memberikan informasi serta hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggungjawab, serta hak untuk memperoleh perlindungan hukum,” tulis tim GRHC.
Kemudian, tambah GRHC, dalam UU No 39 tahun 1999  tentang Hak Asasi Manusia Bab VIII tentang partisipasi masyarakat dan dalam UUPA tentang partisipasi masyarakat juga disebutkan bahwa dalam proses melakukan perjuangan terhadap hak dasar masyarakat secara umum dilindungi, apalagi berbicara soal pelayanan terhadap kesehatan bagi masyarakat dan itu sangat erat kaitanya dengan upaya dalam memperjuangkan hak-hak asasi masyarakat miskin terutama atas hak layanan dalam kesehatan.
“Jadi berangkat dari hal tersebut, maka demontrasi yang dilakukan oleh IMM sah sebagai bagian dari kontrol publik atas hak kesehatan. Dan jika kasus ini tetap dilanjutkan maka GRHC akan menjadi pihak pertama yang akan mendampingi Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) secara hukum sampai proses di pengadilan,” papar mereka.
Kecaman senada juga disampiakan Direktur Utama Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA), Safaruddin SH, dia menilai sikap yang diambil Direktur RSUD Abdya itu menunjukkan kekerdilan dia dalam berpikir. “Dia tidak paham dengan posisi jabatan publik atau dia memang sengaja ingin menutupi ketidakmampuannnya dalam melayani dan memperpaiki kesehatan masyarakat di Abdya. Oleh karena itu YARA mengecam tindakan tersebut dan meminta Bupati Abdya untuk mencopot Direktur tersebut,” tulisnya dalam pers rilis yang diterima Wartawan secara terpisah.
Dalam pers rilis itu, Safaruddin juga meminta pihak kepolisian bersikap profesional dan proporsional dalam menanggapi persolan tersebut, hal itu mengacu kepada UU No 9 tahun 1998 tentang kebebasan mengeluarkan pendapat, karena mengeluarkan pendapat di muka umum itu di jamin oleh undang-undang yang salah satunya juga unjuk rasa atau demonstrasi.
”Dalam  UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers juga telah dijamin hak menyampaikan pendapat bahkan dalam Pasal 28 Undang-undang Dasar 1945 menjamin kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan. Jika ada orang yang menghalang-halanginya itu dapat dipidana dengan pidana 1 tahun penjara seperi tercantum dalam Pasal 18 UU No 9 tahun 1998. Ada Lex Specialist UU nya tidak bisa mengacu pada KUH Pidana,” tulisnya.
Sementara itu, Directur RSUD Abdya drg Cut Nandalia yang dihubungi Harian Aceh melalui ponselnya mempersilakan pihak IMM untuk melaporkan dirinya ke Komnas HAM Pusat, pihaknya yakin yang sudah ditempuh oleh pihak RSUD Abdya sudah sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.
“Sebagaimana kita ketahui bersama setia aksi unjuk rasa harus dibekali dengan surat izin dari pihak berwajib, sedangkan aksi IMM hari itu tidak mengantongi izin, jadi wajar kan kalau kita melaporkan masalah ini, karena perlindungan hukum tidak untuk mereka saja, kami juga berhak mendapat perlindungan hukum, kami juga warga Negara Kesatuan Republik Indonesia dan kami bekerja juga dalam garis undang-undang,” katanya.
Cut Nandalia juga membantah kalau dirinya telah melakukan intimidasi terhadap aksi para mahasiswa IMM hari itu. Pihaknya mengaku hanya menyarankan kalau menggelar aksi jangan di lokasi rumah sakit karena akan menganggu pasien yang sedang dirawat disana, aksi untuk mengkritik kinerja RSUD Abdya boleh saja dilakukan tambahnya, tapi jangan sampai menghambat proses penyembuhan ummat. “Kita tidak anti kritik, silakan saja sejauh sesuai koridor,” pungkasnya.(fri)

Komentar Anda Disini !

Copyright © 2010 - Abdyanews
Designed By Xplory Design